- Back to Home »
- artikel fajarullah.
Posted by : Unknown
Jumat, 19 April 2013
pengatasan kemiskinan |
Islam dan pengatasan kemisknan
ﻭَﻑِﻱ ﺃَﻡْﻭَاﻞِﻩِﻡْ ﺡَﻕٌّ ﻝِّﻟﺲَّاﺊِﻝِ ﻭَاﻞْﻡَﺡْﺭُوﻢِ
“Dan pada harta
benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang
tidak meminta.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 19)
"Seandainya
Kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya"
(Ali
bin Abi Thalib)
Islam
sebagai aama yang banyak di anut olaeh rakyat Indonesia sudah seharus nya
memiliki andil yang besar terhadap kemiskinan Negara ini. Setiap tahun
kemiskinan semakin bertambah Setiap tahun kemiskinan semakin bertambah. Sebagaimana
kita maklumi bahwa kemiskinan adalah masalah
bangsa Indonesia yang tiada pernah menemui titik terangnya, dan juga karena
keterbatasan nya lapanan pekerjaan maka mempunyai dampak besar bagi pengangguran
yang berdampakpada kemiskinan di indonesia .
Peran Agama
Sebagai
mana yang kita ketahui islam adalah agama yang universal agama yang menyeluruh
bagi siapapun di muka bumi, dia (islam ) dating ke Indonesia adalah sebagai
solusi umat sebagai pemecahan setiap masalah yang ada salah satnya sebagai pemberantasan
terhadap kemiskinan. Dalam Islam kita mengenal zakat (baik fitrah maupuu mâl). Sebagai salah satu dari rukun Islam yang lima
zakat fitrah ternyata mampu memberikan solusi nyata (konkrit) dalam
mengatasi kemiskinan umat.
Betapa
tidak, setiap orang yang memiliki harta
yang telah mencapai nisab (batas minimal
harta) dan haulnya (batas minimal waktu)
diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya
dengan persentase yang telah diatur
dalam syariat. Zakat itu nantinya
akan didistribusikan kepada
orang-orang fakir lagi miskin dan tujuh
golongan lainnya sebagaimana termaktub
dalam Alquran (QS. at-Taubah [9]:
61). Dengan demikian tidak akan ada
lagi kesenjangan sosial antara si
kaya dan si miskin. Tidak ada lagi
sikap saling mencurigai dan mengintimidasi. Karena si kaya memilki
kepedulian terhadap nasib orang miskin
dan si miskin pun merasa diayomi dengan
santunan yang diberikan oleh kaum
elit ( aghniyâ’) itu. Inilah yang
kemudian kita sebut sebagai inti
ajaran Islam yang begitu memperhatikan
perikemanusian
Pandangan ulama
Pemikiran
Yusuf Al- Qardawy
Islam menyatakan perang
dengan kemiskinan, dari berusaha keras membendungnya, serta mengawasi berbagai
kemungkinan yang dapat menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan
perbuatan memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kesetabilan serta
ketentraman masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan
antara sesama anggota masyarakat.
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh
Yusuf al- Qordawy, bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu
mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf
hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan
sebagai berikut.
1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam,
diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta
diperintahkan makan dari rizki Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk
: 15 :
Artinya
: "Dialah
yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan
makanlah sebagian rizki-Nya".
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi
kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam
menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia
unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal
itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada kaumnya, QS. Hud: 61:
Artinya
: "Wahai
Kaumku ! sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan, melainkan dia.
Dia telah menciptakan kamu dari tanah (liat) dan menjadikan kamu sebagai
pemakmurmu".
2. Mencukupi
keluarga yang lemah
Sudah
menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap individu harus harus
memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan
berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja?
Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta?
Apa dosa anakanak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa
dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan
pekerjaannya? apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda
dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak
menentu?
Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata,
namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan,
serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan
meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi
hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah
menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian
meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang
kaya menvukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu
hubungan yang mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling
membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan
alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang
disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya:
"Dan
anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain,
menurut kitab Allah".
3. Zakat
Islam
mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai
rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup
mendermakan hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan
tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna
mencukupi kebutuhan hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya
yang mampu. Keluarga yang mampu tadi berkewajiban memberikan bantuan serta
bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang miskin.
Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai
keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan
dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja,
hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat
disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan
penderitaan mereka?.
Islam
tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar.
Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam
harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat.
Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang
miskin.
Di samping zakat juga masih ada hak-hak material
lain, yang wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai sebab dan
hubungan. Kesemuanya itu merupakan sumberdana bantuan bagi orang-orang fakir
dan miskin merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat
Islam. Hak- hak tersebut diantaranya adalah : a.
Hak bertetangga
b. Korban
Hari Raya Haji
c. Melanggar
Sumpah
d. Kafarah
sumpah
e. Kafarah
Dihar
f. Kafarah
g. Fidyah
bagi yang lanjut usia
h. Al-
Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
i.
Hak tanaman pada saat mengentan
j.
Hak mencukupi fakir miskin.
4. Al-Khizanah
al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila
dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin tidak
mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain.
Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah.
Sumber-sumber
material dalam Islam disini meliputi hak milik negara dan kekayaan – kekayaan
umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah, baik yang digarap langsaung
maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta wakaf, sumbner kekayaan alam, dan
barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.
Sebagian
besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir miskin
dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan
harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum.
Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang
serupa, meski pada saat itu kas anggaran belanja induk mengalami minus.
Sedangkan kas anggaran belanja zakat dalam keadaan surplus. Kecuali dengan
jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja induk, yang nantinya setelah kas
anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman itu harus dikembalikan kepada
kas anggaran belanja zakat.
Kekayaan
itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah agar seluruh rakyat bisa
menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan pemasukan Khizanah
alIslamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang miskin,
manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin. Khizanah
al-islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara kaum
muslimin orang-orang fakir dan miskin membutuhkan bantuan, sedangkan kas
sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala
negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka
tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus
dibayar oleh khas sedekah.
Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan
persediaan paling terakhir setiap orang fakir dan orang-orang yang
berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang
amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.
5. Shodaqoh
Islam
juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati. Pribadi
yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka
mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati
tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi
infaq) dikala siang maupun malam.
Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang
agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan
penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong
kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan
bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya:
"Siapa
saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan
mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allahlah yang menyempitkan
dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan".
Allah
berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang berbunyi;
Artinya
: "Dan
mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan
anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan
kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan
ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu
hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan".
Konsep dan Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah
(ZIS)
Zakat ditinjau
dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-barakatu
yang berarti keberkahan, al-namma yang berarti
pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharathu
yang berarti kesucian, dan ash-shalahu
yang berarti keberesan. Sedangkan menurut istilah, pengertian zakat adalah
bagian dari harta yang telah memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh
Allah untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu
pula.
Orang yang mengeluarkan zakat disebut muzakki, sementara orang yang menerima zakat disebut mustahiq yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf), yaitu orang-orang fakir, miskin, pengurus zakat (‘amilin), muallaf, memerdekakan budak (riqab), orang-orang yang berhutang (gharimin),
untuk jalan Allah (fisabilillah), dan untuk
orang-orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil).
Kententuan mengenai golongan orang yang berhak menerima zakat ini telah
ditetapkan oleh Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang
miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan)
hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah
Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana.”
Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang
ternak (almawasyi), hasil tanaman (az-zuru’), emas dan perak (an-naqdain),
perniagaan (attijarah), harta hasil temuan/harta
karun (rikaz), dan hasil tambang (ma’din). Harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya apabila
telah memenuhi persyaratan harta wajib zakat, yaitu:
a.
Al-milk at-tam,
artinya harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat
dari usaha, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan,
diambil manfaatnya, atau disimpan. Harta yang bersifat haram tidaklah sah dan
tidak akan diterima zakatnya.
b.
An-namaa,
yaitu harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk
berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertanian, dan deposito
mudharabah.
c.
Telah mencapai nishab,
maksudnya harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya untuk binatang
ternak jenis sapi, yaitu apabila jumlahnya telah mencapai 30 ekor atau untuk
emas/perak nilainya telah mencapai 85 gram emas.
d.
Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan
minimal yang diperlukan seseorang dan anggota keluarga yang menjadi
tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya.
e.
Telah mencapai haul, artinya
harta itu telah dimiliki minimal satu tahun. Untuk beberapa harta jenis lain,
misalnya harta pertanian dan harta temuan, terdapat pengecualian, zakatnya
dikeluarkan pada saat panen/saat harta tersebut diperoleh.
Berbeda dengan
zakat yang memiliki persyaratan tertentu, infaq dan shadaqah lebih bersifat
fleksibel karena tidak memiliki persyaratan nishab,
haul, serta golongan yang wajib mengeluarkan dan yang berhak
menerimanya. Infaq berasal dari kata anfaqa yang
berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan. Begitu pula
dengan shadaqah yang berasal dari kata shadaqa yang
secara bahasa berarti benar. Pengertian shadaqah sama dengan infaq, tetapi
bentuk pemberiannya berbeda. Shadaqah tidak saja merupakan pemberian dalam
bentuk materi, melainkan bisa juga dalam bentuk non-materi seperti memberi
nasihat, tolong-menolong, dan berbuat baik pada orang lain.
(hafinuddin:1998)
. Hikmah dan Manfaat Zakat
Setiap kewajiban yang diperintahkan Allah SWT, termasuk
adanya kewajiban berzakat, pasti memiliki hikmah dan manfaat. Hafidhuddin
(2002), mengemukakan beberapa peran dan hikmah zakat, yaitu:
a)
Zakat merupakan perwujudan iman kepada Allah
SWT, mensyukuri nikmatNya, menumbuhkan rasa kepedulian yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir dan rakus, sekaligus mengembangkan dan mensucikan
harta yang dimiliki.
b)
Zakat merupakan sarana untuk menolong dan
membina mustahiq terutama ke arah kehidupan yang
lebih sejahtera. Zakat sesungguhnya tidak hanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan konsumtif yang bersifat sesaat, melainkan juga memberikan kecukupan
kepada mustahiq dengan cara
menghilangkan/memperkecil penyebab kemiskinan.
c)
Zakat sebagai pilar jama’i
antara kelompok aghniya yang berkecukupan dengan
para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk
berjuang di jalan Allah sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha
bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
d)
Zakat merupakan salah satu bentuk konkrit
jaminan sosial yang disyari’atkan oleh
ajaran Islam bagi para mustahiq.
e)
Zakat merupakan salah satu sumber dana
pembangunan sarana dan prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana
pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia muslim.
f)
Zakat dapat memasyarakatkan etika bisnis yang
benar. Hal ini karena zakat berarti mengeluarkan bagian dari hak orang lain
dari harta yang diusahakan dengan baik dan benar.
g)
Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan
pendapatan. Melalui zakat, terjadi transfer kekayaan dari muzakki yang memiliki kelebihan harta kepada
mustahiq yang kekurangan harta.
h)
Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat untuk
berzakat, berinfaq, dan bershadaqah menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya
untuk bekerja dan berusaha agar mampu memenuhi kebutuhan hidup diri dan
keluarganya, serta berlomba-lomba menjadi muzakki
dan munfiq (orang yang berinfaq).
Ikhtitam
Berdasarkan
pemaparan di atas tentu akan semakin menambah keyakinan kita akan kebenaran agama Islam yang selama ini kita
anut dan yakini. Ternyata semua unsur
rukun Islam itu memiliki nilai filosofis yang tinggi yang salah satunya adalah dalam rangka
mengentaskan kemiskinan bangsa. Hal ini
lah yang akan meperkuat dua kalimat syahadat (syahadatain) yang sudah sekian lama kita ikrarkan. Tidak ada
lagi keraguan akan persaksian kita bahwa
tidak ada ilah (tuhan) yang wajib disembah kecuali Allah SWT
dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya yang membawa risalah ketuhanan dan
keagamaan. Sehingga pondasi keislaman kita akan semakin kuat dan tidak
akan pernah goyah wapaupun badai kencang datang mengoncang sekalipun.
Hal ini karena keyakinan yang dilandasi oleh alasan yang argumentatif,
hujjah matînah, dan bukti yang logis itu akan mudah dan tetap terkristal dalam hati (qalbu)
dibandingkan dogma semata. Bagi kaum
non-muslim, jika mereka ingin mendalami
hakikat dari ajaran Islam tentu mereka
akan mendapati bahwa Islam adalah
benar-benar agama yang peduli dengan
umat, kehidupan dan kemanusian. Hal ini
tentu berdasarkan misi Islam yang akan terus menebarkan rahmat bagi seluruh
alam (rahmatan li al-‘âlamîn). Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.
Yusuf al-Qardhawy, Konsep
Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, Surabaya : BinaIslam, 1996
Sulaiman Rasid, Fiqh Islam, Jakarta :
at-Tahiriyah, 1954
Abu A'la al-Maududi, Dasar dasar ekonomi dalam
Islamdan Berbagai Sistem masa Kini, Bandung: Al-Ma,arif. 1980
Samsul Zakaria , Santri Ponpes Ashhabul Kahfi UII
dan Mahasiswa Prodi Syarî’ah FIAI UII 2009.
Al-Qardawi, Y. 1993. Fiqhuz Zakat. Litera AntarNusa,
Jakarta.